Wikipedia

Hasil penelusuran

Jumat, 26 April 2013

Tugas Mahasiswa STAIMUS Teori Belajar Behavioristik


MAKALAH TEORI BELAJAR ALIRAN BEHAVIORISTIK
Mata Kuliah Tekhnologi Pendidikan




Disusun Oleh:

1.      Akhmad Zaki Musthofa                  02. 7829
2.      Purwoko                                           02. 7826
3.      G. Riyadi                                           02. 7843
4.      Amin Tri Kuncoro                           02. 7824
5.      Surjani                                              02. 8002
6.      Udianto                                             02. 8110


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MAMBA’UL ‘ULUM SURAKARTA
2013

DAFTAR ISI


Daftar Isi………………………………………………………………....            1
Pengantar ……………………………………………………………........          2
Bab 1Pendahuluan …………………………………………………...........         3
1.1.            Latar Belakang Masalah …………………………………….                3
1.2.            Rumusan Masalah ……………………………………………              3
1.3.            Tujuan Penulisan ……………………………………………                3
1.4.            Manfaat ………………………………………………………              4
Bab II Pembahasan …………………………………………………...........        4
2.1.            Pengertian Behaviorisme ……………………………............                 4
2.2.            Aplikasi Dalam Pembelajaran Behaviorisme …………….....                  6
2.3.            Implikasi Teori Belajar Behaviorisme ……………………...                   7
2.4.            Tujuan Pembelajaran Behaviorime ..........................................                7
Bab III Penutup ............................................................................................        8
3.1.             Kesimpulan ...........................................................................                  8
3.2.             Saran .....................................................................................                  8
3.3.            Daftar Pustaka .......................................................................                  9

PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Tekhnologi Pendidikan, Ibu Siti Rofi’ah M. Pd. Kami berharap dengan adanya makalah ini dapat menambah pemahaman khususnya kelompok kami dan mahasiswa Staimus pada umumnya mengenai teori pendidikan behavioristik. Tentunya kami sadar bahwa makalah yang kami susun jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kami berharap saran dan kritik untuk kesempurnaan pemahaman teori pendidikan behavioristik ini. Sebagaimana kata pepatah tiada gading yang tak retak. Semoga bermanfaat. 

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Teori belajar Behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). [i][1] Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.
Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
1.2.    Rumusan Masalah
Mengkaji latar belakang diatas dapat diambil beberapa permasalahan sebagai kajian dari pembuatan makalah ini yakni diantaranya :
1.      Pengertian Aliran Behavioristik
2.      Apa implikasi dari teori behavioristik
3.      Apa tujuan pembelajaran teori behavioristik
1.3.    Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan atau pembahasan makalah ini adalah, agar membuat kita semua mengetahui bagaimana pengertian dari Behavioristik juga membuat kita semua paham apa implikasi dan tujuan dari pembelajaran salah satu ilmu psikologi pendidikan yaitu behavioristik. Sehingga kita semua dapat memahami juga dapat menerapkan ilmu psikolog ini.
1.4.    Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari makalah ini adalah :
1.      Kita semua dapat mengetahui implikasi pembelajaran dari teori behaviorisme
2.      Untuk mengetahui penerapan dalam teori behaviorisme
3.      Untuk mengetahui tujuan pembelajaran teori behaviorisme

 BAB II
PEMBAHASAN

2.1     Pengertian Teori Behaviorisme
Dalam teori behaviorisme, ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau memperoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalian oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus). [ii][2]
Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat. Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi:
1.      Reinforcement and Punishment
2.      Primary and Secondary Reinforcement
3.      Schedules of Reinforcement
4.      Contingency Management
5.      Stimulus Control in Operant Learning
6.      The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984). [1][3]
Prinsip-prinsip teori behaviorisme
1.      Obyek psikologi adalah tingkah laku
2.      semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek
3.      mementingkan pembentukan kebiasaan
Ciri-ciri Teori Belajar Behavioristik. Untuk mempermudah mengenal teori belajar behavioristik dapat dipergunakan ciri-cirinya yakni
1.        Mementingkan pengaruh lingkungan (environmentalistis)
2.        Mementingkan bagian-bagian (elentaristis)
3.        Mementingkan peranan reaksi (respon)
4.        Mementingkan mekanisme terbentuknya hasil belajar
5.        Mementingkan hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu
6.        Mementingkan pembentukan kebiasaan.
7.        Ciri khusus dalam pemecahan masalah dengan “mencoba dan gagal’ atau trial and error.
2.2.    Aplikasi dalam Pembelajaran Behaviorisme
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
2.3     Implikasi Teori Belajar Behaviorisme
Kurikulum berbasis filsafat behaviorisme tidak sepenuhnya dapat diimplementasikan dalam sistem pendidikan nasional, terlebih lagi pada jenjang pendidikan usia dewasa. Tetapi behaviorisme dapat diterapkan untuk metode pembelajaran bagi anak yang belum dewasa. Karena hasil eksperimentasi bihavioristik cenderung mengesampingkan aspek-aspek potensial dan kemampuan manusia yang dilahirkan. Bahkan bihaviorisme cenderung menerapkan sistem pendidikan yang berpusat pada manusia baik sebagai subjek maupun objek pendidikan yang netral etik dan melupakan dimensi-dimensi spiritualitas sebagai fitrah manusia. Oleh karena itu behaviorisme cenderung antropomorfis skularistik.
2.4     Tujuan Pembelajaran Behaviorisme
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.


BAB III
PENUTUP

3.1         Kesimpulan
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori behviorisme dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
3.2         Saran
Kami menyadari bawasannya penyusun dari makalah ini hanyalah manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Allah Swt hingga dalam penulisan dan penyusunannya masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa penyusun nanti dalam upaya evaluasi diri.
Akhirnya kami hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidaksempurnaan penulisan dan penyusunan makalah ini adalah ditemukan sesuatu yang dapat memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penyusun, pembaca, dan bagi semua mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Mamba’ul ‘Ulum Surakarta..

DAFTAR PUSTAKA

               http: //zidandemak.blogspot.com/2011/12/teori-belajar-behavioristik.html
               http: //muhammad-win-afgani.blogspot.com/2008/06/teori-belajar-aliran-behavioristik.html
               http: //psikologi.or.id/
               http: //id.wikipedia.org/wiki/behaviorisme\






























Tugas Mahasiswa STAIMUS Teori Belajar Konstruktivisme


TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME
Tugas Mata Kuliah Teknologi Pendidikan



Disusun Oleh :
                                   1.                                                                       02.7827
                                   2.                                                                       02.7832
                                   3.      PUTRI ANA SARI                                 02.7835
                                   4.                                                                       02.7858
                                   5.      MUTHI’AH AL QOYYIMAH               02.7861
                                   6.      LAILA  RACHMAWATI                        02.7862
                                   7.      HILDAN NEOVINTA A.G.                   02.8198

                SEMESTER  :  VI 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MAMBAUL ‘ULUM SURAKARTA
2013


BAB I
PENDAHULUAN
Upaya membangun sumber daya manusia ditentukan oleh karakteristik manusia dan masyarakat masa depan yang dikehendaki. Karakteristik manusia masa depan yang dikehendaki tersebut adalah manusia-manusia yang memiliki kepekaan, kemandirian, tanggung jawab terhadap resiko dalam mengambil keputusan, mengembangkan segenap aspek potensi melalui proses belajar yang terus menerus untuk menemukan diri sendiri dan menjadi diri sendiri yaitu suatu proses … (to) learn to be. Mampu melakukan kolaborasi dalam memecahkan masalah yang luas dan kompleks bagi kelestarian dan kejayaan bangsanya.
Langkah strategis bagi perwujudan tujuan diatas adalah adanya layanan ahli kependidikan yang berhasil guna dan berdaya guna tinggi. Penerapan ajaran tut wuri handayani merupakan wujud nyata yang bermakna bagi manusia masa kini dalam rangka menjemput masa depan. Untuk melaksanakannya diperlukan penanganan yang memberikan perhatian terhadap aspek strategis pendekatan yang tepat memusatkan perhatian pada terbentuknya manusia masa depan yang memiliki karakteristik diatas. Kajian terhadap teori belajar konstruktivistik dalam kegiatan belajar dan pembelajaran memungkinkan menuju kepada tujuan tersebut.
Untuk memperbaiki pendidikan terlebih dahulu harus mengetahui bagaimana manusia belajar dan bagaimana cara mengajarnya. Kedua kegiatan tersebut dalam rangka memahami cara manusia mengkonstruksi pengetahuannya tentang objek-objek dan peristiwa-peristiwa yang dijumpai selama kehidupannya. Manusia akan mencari dan menggunakan hal-hal atau peralatan yang dapat membantu memahami pengalamannya. Demikian juga, manusia akan mengkonstruksi dan membentuk pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan seseorang merupakan konstruksi dari dirinya. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas tentang teori belajar konstruktivistik, berikut kaitannya dengan belajar mengajar dan implikasinya dalam pembelajaran.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian dan Karakteristik Teori-teori
Konstruktivisme berasal dari kata “to construct” yang artinya membangun atau menyusun. Dalam konteks filsafat pendidikan, konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang tebatas. Konstruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya.
Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar dan mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan dan kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitas orang lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa teori  belajar konstruktivisme adalah teori yang memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri. 

B.     Tokoh-tokoh Teori Konstruktivisme
1.      Jean Piaget
Jean Piaget dikenal sebagai konstruktivis pertama. Ia menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif. Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Skema/skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori utnuk mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang. Menurut Piaget, proses penyempurnaan skema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci sedangkan akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi. Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata).

2.      Vygotsky
Pendapat Vygotsky berdasarkan pada dua ide utama. Pertama perkembangan intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari konteks historis dan budaya pengalaman anak. Kedua, perkembangan bergantung pada system-sistem isyarat mengacu pada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang berpikir, berkomunikasi, dan memecahkan masalah, sehingga demikian perkembangan kognitif anak mensyaratkan sistem komunikasi budaya dan belajar, menggunakan sistem-sistem ini untuk menyesuaikan proses-proses berpikir sendiri.

C.     Pandangan Teori Konstruktivisme Terhadap Belajar Mengajar dan Pembelajaran
Dalam belajar mengajar, menurut teori belajar konstruktivisme pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan seperti botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.
Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari fakta-fakta yang terlepas-lepas. Belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh siswa. Siswa harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri. Dengan istilah lain, dapat dikatakan bahwa hakekatnya kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa.
Teori belajar ini memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Oleh sebab itu meskipun kemampuan awal tersebut masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan pembimbingan. Guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru hanya membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan kemauannya.
Pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka.
Terdapat beberapa prinsip-prinsip konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar antara lain :
1.      Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2.      Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3.      Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah
4.      Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
5.      Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
6.      Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
7.      Mencari dan menilai pendapat siswa
8.      Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa
9.      Guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa namun siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri.

D.    Implikasi Teori Konstruktivisme Dalam Pembelajaran
Implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak adalah sebagai berikut :
1.      Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi.
2.      Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.
3.      Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitator, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
Implikasi penerapan teori belajar konstruktivisme dalam kelas :
1.      Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar
Dengan menghargai gagasan-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong siswa berpikir mandiri, berarti guru membantu siswa menemukan identitas intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta menjadi pemecah masalah (problem solver)
2.      Memberikan kesempatan kepada siswa untuk merespon ketika guru mengajukan pertanyaan terbuka.
Berfikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar gagasan-gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan
3.      Mendorong siswa agar berpikir tingkat tinggi
Siswa menjadi tertantang untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon faktual yang sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan mempertahankan gagasan-gagasan atau pemikirannya.
4.      Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru dan siswa lainnya
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang bersifat intensif sangat membantu siswa untuk mampu mengubah atau menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk mengemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan-gagasan orang lain, maka mereka akan mampu membangun pengetahuannya sendiri yang didasarkan atas pemahaman mereka sendiri. Jika mereka merasa aman dan nyaman untuk mengemukakan gagasannya maka akan terjadi dialog yang sangat bermakna.
5.      Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi.
Jika diberi kesempatan untuk membuat berbagai macam prediksi, seringkali siswa menghasilkan berbagai hipotesis. Guru dapat memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji hipotesis yang mereka buat, terutama melalui diskusi kelompok dan pengalaman nyata.
6.      Guru memberikan data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif.
Para siswa dapat terlibat dalam pengamatan sehingga siswa mampu menganalisisnya dalam dunia nyata. Guru membantu para siswa untuk menghasilkan abstraksi atau pemikiran-pemikiran tentang pengamatan tersebut secara bersama-sama.

BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas maka dapat diambil kesimpulan, antara lain :
1.      Teori kontruktivisme adalah sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.
2.      Teoti Konstruktivisme adalah teori yang memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
3.      Teori konstruktivistik merupakan pengembangan dari teori belajar kognitif.
4.      Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator.


DAFTAR PUSTAKA

Raka Joni, T., (1990). Cara Belajar Siswa Aktif: CBSA: Artikulasi Konseptual, Jabaran Operasional, dan Verivikasi Empirik. Pusat Penelitian IKIP Malang.
Paul Suparno, (1996). Konstruktivisme dan Dampaknya terhadap Pendidikan. Kompas
Usman,Khairul.Implementasi Model Teori Konstrutivisme.